Setiap tahunnya, tanggal 17 Juli diperingati sebagai Hari Keadilan Internasional atau World Day for International Justice. Penetapan tanggal 17 Juli sebagai Hari Keadilan Internasional berangkat dari diadopsinya Statuta Roma oleh komunitas internasional pada tanggal yang sama, tiga puluh tahun yang lalu. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan Statuta Roma, dan bagaimana dampak dari pengadopsian perjanjian internasional tersebut terhadap upaya penegakan keadilan di dunia?
Statuta Roma merupakan salah satu perjanjian internasional yang paling penting dalam sejarah peradaban manusia. Pada tanggal 17 Juli 1998, perwakilan dari 148 negara menghadiri pertemuan diplomatik di Roma, Italia, untuk membahas tentang masalah internasional yang sangat mendesak: kejahatan internasional. Hasil pembahasan tersebutlah yang kemudian dituangkan dalam Statuta Roma; sebuah traktat yang menjabarkan bentuk-bentuk kejahatan internasional, sekaligus mandat untuk mendirikan Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court).
Statuta Roma membagi kejahatan internasional ke dalam empat kategori inti: genosida (pembunuhan massal), kejahatan kemanusiaan (kejahatan yang menargetkan kelompok masyarakat tertentu, seperti perbudakan orang-orang berkulit hitam, dan kejahatan berbasis gender), kejahatan perang (pelanggaran hukum perang seperti membunuh warga sipil dan menyiksa sandera), serta kejahatan agresi (penjajahan, mobilisasi kekuatan militer tanpa alasan). Proses peradilan atas empat bentuk kejahatan internasional inilah yang dimandatkan kepada Mahkamah Pidana Internasional.
Statuta Roma bersifat mengikat, namun pelaksanaannya masih dibatasi oleh beberapa klausul. Pertama, Mahkamah Pidana Internasional hanya dapat melakukan investigasi, dan proses peradilan terhadap negara yang secara legal meratifikasi Statuta Roma. Kedua, proses investigasi dan peradilan hanya dapat dilakukan oleh Mahkamah Pidana Internasional apabila negara terkait tidak dapat, atau tidak mau melakukan proses investigasi dan peradilan”.